Jakarta, 9 Juli 2025 — Sumber Daya Manusia (SDM) kembali ditegaskan sebagai faktor strategis dalam mewujudkan kemandirian industri pertahanan nasional. Hal ini mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Dukungan Sumber Daya Manusia untuk Industri Pertahanan Nasional” yang digelar oleh Forum Komunikasi Industri Pertahanan (Forkominhan) bersama mitra strategis lintas kementerian, perguruan tinggi serta pelaku industri pertahanan. Rabu (9/10) di Bogor, Jawa Barat.
FGD ini menyoroti pentingnya penguatan ekosistem SDM yang tidak hanya andal secara akademik, tetapi juga memiliki kompetensi praktis dan mindset inovatif.

Fajar Harry Sampurno, Ph.D selaku moderator membuka diskusi dengan mengungkapkan, penting untuk membangun sumber daya manusia, bukan sekedar hanya membangun Infrastruktur, untuk dapat menuju pada kemandirian Industri, khususnya Industri Pertahanan diperlukan SDM yang berkualitas dalam penguasaan teknologi ini.
“Yang dipentingkan bukan membangun infrastrukturnya dulu, tapi membangun sumber daya manusianya, mengacu pada pengalaman pembangunan strategis masa lalu, termasuk pengiriman puluhan insinyur untuk mendalami teknologi satelit Palapa dan energi nuklir.” tegas Harry Sampurno.
Menurutnya, sejarah mencatat bahwa pembangunan infrastruktur nasional strategis dimulai bukan dari jalan atau jembatan, melainkan dari pendidikan dasar hingga menengah di seluruh pelosok negeri.
“Kalau kita bicara industri strategis, SDM itu nomor satu. Tanpa SDM yang unggul, pembangunan industri hanya akan jadi slogan,” tambahnya saat memulai diskusi FGD.
Senada dengan itu, Kolonel Laut (T) Donny Mangara Nainggolan, S.T., MTr Opsla dari Direktorat Teknologi Industri dan Pertahanan, Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebagai nara sumber pertama menekankan pentingnya integrasi lintas sektor untuk memperkuat SDM industri pertahanan.
“Ketersediaan talenta teknologi yang terbatas menjadi hambatan utama kemandirian industri pertahanan. Maka dibutuhkan ekosistem kolaboratif antara Kementerian, BUMN, akademisi, dan swasta,” ujarnya.
Kolonel Laut Donny juga menyebutkan pentingnya optimalisasi transfer teknologi dari kerja sama internasional yang diarahkan untuk memperkuat kapasitas SDM dalam negeri. Dalam pemaparannya, Kolonel Donny menjelaskan bahwa penguatan SDM pertahanan harus mencakup diantaranya, Pemetaan kebutuhan SDM nasional, Pengembangan keahlian strategis seperti UAV, roket, avionik, siber, serta dapat mengoptimalisasi offset melalui program pendidikan dan pelatihan teknis.

Lebih jauh diskusi semakin dalam dengan paparan yang diberikan oleh nara sumber kedua oleh Dr. Ir. Romie Oktovianus Bura, B.Eng. (Hons.), MRAeS, Ph.D., yang memberikan perspektif tajam dan berani tentang urgensi perubahan cara pandang terhadap SDM pertahanan.
“Mindset kita masih menempatkan SDM di paling bawah. Padahal, setiap industri besar dibangun dari manusianya. Kalau kita mau naik kelas, harus ubah mindset itu,” ungkap Dr.Romie.
Pernyataan ini merupakan kritik terhadap kecenderungan menempatkan SDM sebagai prioritas rendah dalam pembangunan industri pertahanan. Prof. Romie menekankan bahwa SDM adalah kunci keberhasilan, bahkan lebih penting daripada peralatan atau teknologi canggih. Selain itu Pendidikan harus berujung pada kompetensi dan pengalaman nyata, bukan hanya gelar. “Tanpa SDM yang kompeten, teknologi canggih pun tidak akan bisa dioperasikan atau dikembangkan,” jelasnya.
Dr.Romie juga mengingatkan bahwa penguasaan teknologi tidak bisa hanya diperoleh di ruang kuliah. “S1 atau S2 tidak cukup. Mereka harus diberi ruang untuk praktek nyata, untuk riset, untuk berbuat,” katanya. Pendidikan harus berbasis praktik dan proyek yang menyatu dengan kebutuhan industri pertahanan nasional.
Lebih lanjut, Dr.Romie menekankan pentingnya menciptakan ekosistem inovasi triple helix, pemerintah, industri dan akademisi. “Kita gagal bukan karena SDM kita lemah. Tapi karena tidak ada sistem yang menopang mereka untuk berkembang,” tegasnya.
Ia bahkan mengkritik kebijakan yang tidak memfasilitasi pengembangan SDM berbasis proyek jangka panjang, seperti dual use technology dan defense R&D berbasis kampus. “Tanpa SDM yang ditempatkan sebagai aset strategis dan dibangun secara sistemik, industri pertahanan Indonesia akan terus bergantung pada luar negeri.” tutup Dr.Romie.

Pada akhirnya, FGD ini tidak hanya menjadi ruang diskusi, tetapi juga panggilan untuk aksi konkret dalam mereformasi kebijakan SDM pertahanan. Dari para narasumber, muncul konsensus bahwa kolaborasi antarsektor, pembaruan regulasi, serta perubahan paradigma terhadap SDM adalah kunci menuju kemandirian dan kedaulatan teknologi pertahanan nasional.[adm]