Jakarta – Sebagai negara terbesar keenam di Benua Asia sekaligus terluas di kawasan Asia Tenggara, ada beberapa faktor kunci yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana pertahanan.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Agus Subiyanto telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat-Republik Indonesia (DPR-RI) menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Senin, 13 November 2023. Pada uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), di Komisi I DPR-RI, Agus mengutarakan di belahan bumi yang lain pada saat ini banyak manusia yang sedang hidup penuh tekanan dalam situasi perang mencekam. Tak hanya hidup dalam situasi penuh tekanan, ribuan nyawa juga telah menjadi korban di wilayah yang sedang berperang.
Pada fit and proper test yang digelar secara terbuka, Agus menekankan dalam visi dan misinya jika hingga saat ini perang antara Rusia versus Ukraina dan konflik antara Israel melawan Palestina juga belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Hal tersebut menurutnya patut menjadi renungan bahwa konflik bersenjata dan perang terbuka dapat terjadi kapan saja dan dialami oleh negara manapun.
Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) itu, Agus juga mengemukakan sebuah adagium berbahasa Latin yaitu: “Si Vis Pacem Para Bellum”, yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia kurang lebih berarti “Jika menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk berperang”. Menurut Alumni Akademi Militer (Akmil) angkatan 1991 tersebut, adagium di atas harus diingat oleh semua komponen bangsa, terutama para hadirin yang berada di ruangan Komisi I DPR-RI.
Agus mengatakan suatu sistem pertahanan negara tidak dapat dibangun dalam waktu singkat atau hanya selama satu hingga dua tahun. Namun, Agus menegaskan jika pembangunan sistem pertahanan negara harus direncanakan dan dipersiapkan dalam jangka panjang karena yang dibangun dan dikembangkan sekarang adalah untuk persiapan pertahanan negara pada satu hingga dua dekade mendatang.
Perencanaan Sistem Pertahanan
Sebagai negara terbesar keenam di Benua Asia sekaligus terluas di kawasan Asia Tenggara, ada beberapa faktor kunci yang harus dipertimbangkan oleh Indonesia sebelum menyusun rencana pertahanan, antara lain:
1. Pemahaman Terhadap Wilayah Maritim
Indonesia adalah negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya adalah lautan, jadi karakteristik wilayah perairan di Indonesia harus dipelajari dan dipahami terlebih dahulu secara komprehensif.
Setelah dikaji secara mendalam, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengembangkan kemampuan pertahanan laut yang efektif melalui pengawasan dan patroli laut. Monitoring atau pengawasan melalui patroli perlu dilakukan secara terjadwal untuk memperkuat sistem pertahanan terhadap ancaman di perairan wilayah seperti perompakan dan penyelundupan.
2. Pertahanan Udara dan Ruang Angkasa
Pemantauan sekaligus pengamanan terhadap wilayah kedaulatan negara yang berada di wilayah perairan atau di lautan luas tentu saja harus didukung oleh sistem pertahanan udara yang canggih. Kecanggihan pertahanan udara sangat dibutuhkan untuk mendeteksi hingga merespons ancaman yang berasal dari udara sampai kepada melakukan intersepsi atau penghadangan/pencegatan. Selain itu, antisipasi terhadap serangan siber juga harus dikembangkan terutama yang terkait dengan sistem pertahanan udara.
3. Mobilitas Militer
Seluruh personel TNI dari matra darat, laut maupun udara harus terus menerus dilatih untuk mengembangkan kemampuan mobilitas militer yang tinggi untuk dapat beroperasi secara efektif di tiga matra. Selain itu, rencana evakuasi dan redistribusi sumber daya militer dalam skenario keadaan darurat harus dirumuskan di Markas Besar (Mabes) TNI, Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) hingga satuan-satuan terkecil setingkat Bintara Pembina Desa (Babinsa) di TNI-AD.
4. Diplomasi Antar Negara
Kerja sama yang erat dengan negara-negara tetangga baik di kawasan Asia Tenggara maupun benua Asia hingga dunia internasional perlu terus menerus dilakukan secara intensif untuk meningkatkan keamanan regional. Selama ini, diplomasi militer Indonesia telah berjalan dengan cukup baik melalui perjanjian pertahanan bersama dan berpartisipasi dalam berbagai latihan militer dengan negara lain.
5. Intelijen
Kemampuan intelijen untuk melakukan pengawasan/surveillance yang akurat sangat dibutuhkan untuk mendeteksi dan menganalisis potensi ancaman, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Selain sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi, dukungan teknologi canggih seperti sistem perangkat radar sangat dibutuhkan untuk memperkuat pengawasan di wilayah kedaulatan, baik di darat, laut maupun udara.
6. Kemampuan Tempur dan Logistik
Merumuskan dan mengerahkan kekuatan tempur yang andal di darat, laut, dan udara juga harus direncanakan sekaligus dikoordinasikan dengan baik. Perencanaan yang matang dibutuhkan untuk memastikan ketersediaan logistik yang memadai untuk mendukung operasi militer, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang.
7. Penanganan Ancaman Non-Militer
TNI memiliki tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) untuk menggelar Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Oleh sebab itu, kebijakan dan strategi untuk menangani ancaman non-militer seperti bencana alam, wabah penyakit, dan konflik internal juga harus menjadi bagian dalam perencanaan pertahanan negara. Karakteristik wilayah Indonesia yang rawan bencana, mulai dari gempa bumi, tanah longsor, banjir hingga letusan gunung berapi harus dijadikan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pertahanan.
8. Pemberdayaan Sumber Daya Lokal
Karena tentara Indonesia dilahirkan, tumbuh sekaligus berkembang di tengah rakyat, maka partisipasi publik menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Jadi partisipasi masyarakat dalam mendukung pertahanan nasional harus terus ditingkatkan. Sumber daya lokal harus disinergikan bahkan diintegrasikan untuk mendukung upaya pertahanan, terutama di daerah perbatasan. Usulan perencanaan pertahanan pada poin ini merupakan sistem pertahanan rakyat semesta yang sudah terbukti dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Demikianlah delapan usulan yang dapat dikemukakan dalam tulisan singkat ini. Namun penting untuk diingat bahwa rencana pertahanan harus disusun dengan mempertimbangkan dinamika yang terjadi dan terus disesuaikan dengan perubahan geopolitik, teknologi, dan ancaman yang mungkin muncul. Selain itu, keseimbangan antara keamanan dan kepentingan ekonomi serta diplomasi juga harus diperhatikan dalam perencanaan pertahanan nasional.
Oh ya, pada tahun depan, tepatnya di 2024, program kekuatan pokok minimum/minimum essential force TNI akan berakhir. Selanjutnya, menjadi tugas dari Panglima TNI yang baru terpilih untuk merencanakan kekuatan pertahanan Indonesia ke depan. Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan kontribusi dalam penyusunan kekuatan TNI pada masa yang akan datang.
Sebelum mengakhiri artikel singkat ini, sepertinya perlu kembali dikemukakan jika penunjukkan Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden RI. Pada saat ini, sistem rekrutmen di TNI juga sudah bagus.Oleh sebab itu, dari sistem yang sudah terbangun dengan baik akan diajukan kandidat kepada presiden untuk dipilih. Mudah-mudahan, uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang digelar di Komisi I DPR-RI tidak akan menyeret TNI untuk kembali bermain dalam politik praktis. Sejarah telah mencatat sekaligus memberikan pelajaran berharga bagi Bangsa Indonesia, kekuatan pertahanan yang bermain dalam politik dampaknya akan kurang menguntungkan bagi TNI itu sendiri.[Ers/Adm]